28.6.11

>> INDAHNYA KESABARAN


Di suatu pagi pagi seseorang yang muda usia kelihatan datang tergopoh – gopoh ke sebuah rumah di Dusun Limbangan namanya. Dusun Limbangan kebetulan masuk wilayah Desa Kutawis, sebuah dusun yang terletak di sebelah timur perbatasan antara wilayah Purbalingga dengan Banjarnegara.


Dusun itu termasuk dusun yang terlihat sudah maju pertaniannya, di kanan kiri jalan terlihat berbagai tanaman hijau menghias di pelupuk mata. Desiran angin pagi seolah mengiringi kesejukan suasana yang terpancar di dusun itu.


“Assalamualaikum ….” terdengar sebuah salam dari pemuda itu. ”Wa’alaikum salam…”, terdengar jawaban ustadz Ahmad dari dalam rumah. Ya .. rupanya pemuda itu datang ke bersilaturahim ke tempat ustadz Ahmad. Setahu saya ustadz Ahmad merupakan salah seorang yang cukup gigih mengembangkan kehidupan beragama di dusun tersebut. Setelah sekian lama menimba ilmu di beberapa pesantren, iapun kembali ke kampungya dengan tujuan menyiarkan agama Islam. Saya ingat betul saat itu, dusun tersebut masih banyak yang enggan sholat. Bahkan ada yang sholat hanya setahun dua kali saja, yakni sholat I’dul Fitri dan I’dul Adha. Namun keadaan sekarang jauh berubah.


Setelah kedatangan ustadz Ahmad, setiap sore banyak anak – anak kecil yang belajar mengaji ke masjid tempat ustadz Ahmad mengajar. Kalau dulu orang – orang hanya berbondong – bondong sholat pada saat sholat I’dul Fitri dan I’dul Adha saja, sekarang setiap sholat jum’at, masjid – masjid di dusun itu kelihatan ramai. Tidak hanya itu hampir setiap bulan diadakan pengajian yang melibatkan warga, dan saat – saat tertentu mengadakan Pengajian Akbar dengan mengundang penceramah dari luar daerah.


Setelah ngobrol ngalor – ngidul, akhirnya pemuda itu mulai mengutarakan maksud kedatangannya ke ustadz Ahmad. “Begini ustadz, saya sudah beristeri lebih dari lima tahun, pada awalnya rumah tangga saya berjalan dengan tenang dan membahagiakan, karena kebetulan isteri saya ini saya nikahi atas dasar saling mencintai.” ungkap si pemuda kepada ustadz Ahmad.


“Namun, akhir – akhir ini kebahagiaan yang dulu saya rasakan mulai hilang dari keluarga kami. Isteri saya mulai menampakkan sifat aslinya yang pemarah, materialistis, dan super cerewet. Semua tindakan saya selalu dikomentari. Semua itu saya coba jalani dengan sabar dan mengalah. Namun beberapa hari ini, yang membuat saya hampir-hampir tidak kuat adalah isteri saya mulai menjelek-jelekan saya di muka umum. Ia mulai menceritakan segala kelemahan saya di depan teman – temannya.” Si pemuda mulai berkeluh kesah kepada ustadz Ahmad.


“Kalo begini terus menerus…apa saya kuat ustadz ? apa yang sebaiknya harus saya lakukan ?” tanya si pemuda. Mendengar keluhan si pemuda itu, rupanya ustadz Ahmad tidak langsung menanggapinya. Sesaat kemudian terlihat ustadz Ahmad mempersilahkan si pemuda itu untuk minum dan menikmati hidangan ubi goreng yang sudah tersedia di mejanya.


Setelah menghela nafas sesaat, ustadz Ahmad mulai bercerita kepada si pemuda itu.

Tersebutlah ada dua lelaki yang berkawan akrab. Mereka adalah Hasan dan Ismail. Keduanya orang shalih yang taat beribadah. Karena tempat mereka berjauhan, tidak mungkin keduanya selalu bertemu. Namun ada kebiasaan di antara mereka, setiap setahun sekali Hasan selalu datang ke rumah Ismail.


Suatu hari Hasan berkunjung ke rumah sahabatnya itu. Tiba di rumah Ismail, ia mendapatkan pintu rumah temannya itu tertutup rapat. Setelah beberapa kali mengetuk pintu terdengar sahutan istri sahabatnya dari dalam rumah, “Siapakah kamu yang mengetuk-ngetuk pintu?”


Kemudian Hasan menjawab, “Saya Hasan, sahabat suamimu. Aku datang untuk mengunjunginya hanya karena Allah SWT.”


“Dia sedang pergi mencari kayu bakar. Mudah-mudahan saja ia tidak kembali lagi!” jawab istri Ismail sambil memaki dan mencela suaminya sendiri.


Mendengar jawaban seperti itu, Hasan keheranan. Belum hilang keheranannya, tiba-tiba muncul Ismail. Ia datang sambil menuntun seekor harimau yang di punggungnya terdapat seikat kayu bakar. Begitu melihat Hasan, Ismail langsung menghambur mendekat sambil mengucapkan salam kehangatan.


Setelah menurunkan kayu bakar dari punggung harimau, Hasan berkata kepada harimau itu, “Sekarang pergilah, mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu!”


Ismail mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah. Sementara mereka bercakap-cakap, istri Ismail masih terus bergumam memaki-maki suaminya. Ismail diam saja.


Hasan keheranan bercampur takjub melihat kesabaran sahabatnya itu meskipun istrinya terus memaki, ia tetap tidak memperlihatkan muka kebencian. Hasan pulang menyimpan rasa kagum terhadap Ismail yang sanggup menekan rasa marahnya menghadapi istrinya yang begitu cerewet dan berlidah panjang.


Satu tahun berlalu. Seperti kebiasaannya, Hasan kembali mengunjungi sahabatnya, Ismail. Ketika mengetuk pintu rumah Ismail, dari dalam terdengar langkah-langkah kaki. Beberapa saat kemudian terlihatlah istri sahabatnya yang dengan senyum ramah menyapanya, “Tuan ini siapa?”


“Aku sahabat suamimu. Kedatanganku semata untuk mengunjunginya karena Allah,” jawab Hasan.


Istri Ismail menyapa ramah, lalu mempersilakan tamunya duduk menunggu suaminya. Tak lama kemudian Ismail datang membawa seikat besar kayu bakar di atas pundaknya. Dua sahabat itu pun segera terlibat perbincangan serius. Hasan menanyakan beberapa hal yang membuatnya keheranan. Tentang keadaan istrinya yang sangat jauh berbeda dibanding setahun yang lalu. Ia juga menanyakan bagaimana Ismail mampu menaklukkan seekor harimau sehingga binatang buas itu mau memanggul kayu bakarnya. Mengapa ia sekarang tidak bersama-sama dengan binatang itu lagi?


Ismail segera menjelaskan, “Ketahuilah sahabatku. Istriku yang dulu meninggal setelah sekian lama aku berusaha bersabar menghadapi perangai buruknya. Atas kesabaran itulah, Allah SWT memberi kemudahan bagiku untuk menundukkan seekor harimau seperti yang engkau lihat. Allah juga memberiku karunia berupa istri shalihah seperti yang engkau lihat sekarang. “Aku gembira mendapatkannya, maka harimau itu pun dijauhkan dariku. Aku memanggul sendiri kayu bakar.”

Setelah mendengar cerita itu dari ustadz Ahmad, pemuda itu bertanya, ” Jadi kalau saya terus bersabar saya bisa menundukkan harimau ?. ”He..he...bukan itu maksud saya...” celoteh ustadz Ahmad sambil terkekeh – kekeh.


”Ketahuilah setiap kesabaran yang kita lakukan pasti akan ada buahnya, setiap kesabaran yang kita jalankan dengan ikhlas, limpahan hikmah akan tercurah kepada kita. Namun hanya orang – orang yang memiliki kebeningan jiwa yang bisa menerima cahaya hikmah itu. Mulailah buka ruang hatimu.” kata sang ustadz.


”Sebelum kamu bertanya, ”kuatkah aku mendapat perlakuan isteri seperti ini ?”, akan lebih baik, tanyakan kepada dirimu, ”seberapa baikkah perlakuanmu terhadap Allah”, bisa jadi perangai isterimu itu, cara Allah untuk menumbuhkembangkan ”jiwa kesabaranmu”. Perangi isterimu yang dari kacamata umum sangat memalukan, bisa jadi Allah sedang mempersiapkan jiwamu, karena akan memberimu sebuah anugerah yang begitu agung, sehingga kebesaran jiwamu harus disiapkan.” begitu untaian indah ustadz Ahmad mulai mengalir.


”Jadi yang harus saya lakukan apa ustadz ?” sergah si pemuda dengan lirih. Ustadz Ahmadpun kembali berkata, ” Lebih dekatkanlah dirimu kepada Allah... jika kemarin sholatmu bolong – bolong, berjanjilah dan lakukanlah mulai sekarang tidak bolong – blong lagi. Cobalah bangun di tengah malam, memohon dengan hati yang khusyuk minta petunjuk supaya diberi jalan yang terbaik.”


”Mulailah menghargai atas apa yang dilakukan isterimu, dengan pujian, karena kebanyakan suami tidak bisa menghargai kerja keras isteri walaupun mereka sudah bekerja 24 jam.” Untaian ustadz Ahmad terus mengalir.


Perlahan – lahan si pemuda itu, mulai menunduk dan trenyuh hatinya. Iapun mulai terbuka hatinya tentang apa yang selama ini tidak dilakukan. Selain sholatnya yang bolong – bolong, iapun jarang menghargai kerja keras isterinya, karena merasa sudah jengkel dengan perilakunya. Padahal, bisa saja isterinya berbuat itu karena merasa tidak dihargai oleh suaminya.


Setelah lama duduk termenung, si pemuda itupun pamitan untuk pulang dengan segudang cahaya pemahaman yang telah ia dapatkan.


Salam,

Semoga bermanfaat

29.1.11

>> DIBALIK KISAH SEORANG AYAH



Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya.....Akan sering merasa kangen sekali dengan Ibunya.

Lalu bagaimana dengan Ayah? Mungkin karena Ibu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari,tapi tahukah kamu, jika ternyata Ayah-lah yang mengingatkan Ibu untuk menelponmu?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Ibu-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng,tapi tahukah kamu, bahwa sepulang bekerja dan dengan wajah lelah Ayah selalu menanyakan pada Ibu tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?

Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil...... Ayah biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Ayah mengganggapmu bisa, Ayah akan melepaskan roda bantu di sepedamu...Kemudian Ibu bilang : "Jangan dulu Ayah, jangan dilepas dulu roda bantunya" , Ibu takut putri manisnya terjatuh lalu terluka....

Tapi sadarkah kamu? Bahwa Ayah dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Ibu menatapmu iba.Tetapi Ayah akan mengatakan dengan tegas : "Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang"

Tahukah kamu, Ayah melakukan itu karena Ayah tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi.

Saat kamu sakit pilek, Ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : "Sudah di bilang! kamu jangan minum air es!". Berbeda dengan Ibu yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.Ketahuilah, saat itu Ayah benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja....Kamu mulai menuntut pada Ayah untuk dapat izin keluar malam, dan Ayah bersikap tegas dan mengatakan: "Tidak boleh!".

Tahukah kamu, bahwa Ayah melakukan itu untuk menjagamu? Karena bagi Ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat - sangat luar biasa berharga..

Setelah itu kamu marah pada Ayah, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu...Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Ibu....

Tahukah kamu, bahwa saat itu Ayah memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, Bahwa Ayah sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Ayah melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.

Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir...Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut - larut...

Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Ayah akan mengeras dan Ayah memarahimu.. .Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang sangat ditakuti Ayah akan segera datang? "Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Ayah"

Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Arsitek, Dokter, Jaksa, Wartawan dan sebagainya. Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Ayah itu semata - mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti...Tapi toh Ayah tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Ayah

Ketika kamu menjadi gadis dewasa....Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain... Ayah harus melepasmu. Tahukah kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu. Ayah hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini - itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti Ibu dan memelukmu erat-erat.Yang Ayah lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata "Jaga dirimu baik-baik ya sayang".

Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT...kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah. Ayah pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Ayah tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan...Kata-kata yang keluar dari mulut Ayah adalah : "Tidak.... Tidak bisa!"

Padahal dalam batin Ayah, Ia sangat ingin mengatakan "Iya sayang, nanti Ayah belikan untukmu".Tahukah kamu bahwa pada saat itu Ayah merasa gagal membuat anaknya tersenyum?

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana. Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu. Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat "putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang"

Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Ayah untuk mengambilmu darinya. Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin..Karena Ayah tahu.....Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.

Dan akhirnya....Saat Ayah melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Ayah pun tersenyum bahagia....

Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Ayah pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis? Ayah menangis karena Ayah sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa....Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata: "Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik....

Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik....Bahagiakanlah ia bersama suaminya..." Setelah itu Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk... Dengan rambut yang telah dan semakin memutih.... Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.... Ayah telah menyelesaikan tugasnya....

Ayah kita... Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat... Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis... Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. . Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa "KAMU BISA" dalam segala hal..

>> PERAN ISLAH ULAMA TERHADAP UMARO


Sebelum Said bin Jubair dijatuhi hukuman mati oleh penguasa lalim otoriter al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqofi pada masa pemerintahan Abdul Malik al-Abbasy, terjadi dialog antara Said seorang ulama besar pada masa itu dengan al-Hajjaj sang otoriter.

Al-Hajjaj : Siapa nama anda?

Said : Said bin Jabir.

Hj : Kamu adalah Syaqi bin Kasir

(Said artinya bahagia, sedang Syaqi artinya sengsara. Jabir berarti Penyabar, sedang Kasir: Perusak)

Said : Ibuku lebih mengetahui dari pada Anda tentang Namaku.

Hj : Kau dan ibumu sengsara.

Said : Tak seorangpun mengetahui yang ghaib selain Dia.

Hj : Kau harus merasakan neraka dunia.

Said : Kalaulah aku yakin hal itu ditangan kekuasaanmu aku akan jadikan engkau Tuhan.

Hj : Apa keyakinanmu tentang Muhammad?

Said : Beliau adalah Nabi pembawa rahmat dan Imam petunjuk.

Hj : Pendapatmu tentang Ali (bin Abi Thalib), apakah dia di Surga atau di neraka?

Said : Jika kau dapat masuk ke dalamnya engkau pasti akan tahu siapa penghuninya.

Hj : Kalau tentang para Khulafa, apa komentarmu wahai Said?

Said : Yang jelas, Anda bukan wakil (penguasa) bagi mereka.

Hj : Siapa diantara mereka yang engkau senangi?

Said : Yang diridhoi Sang Khaliq.

Hj : Siapa yang paling diridhoi-Nya?

Said : Yang mengetahui itu adalah Dia yang Maha Mengetahui rahasia dan bisikan mereka.

Hj : Mengapa kau tidak tertawa, wahai Said?

Said : Bagaimana makhluk yang diciptakan dari tanah dan dapat dibakar api dapat tertawa.

Hj : Lho, kami dapat tertawa kok?

Said : Karena hati yang ternodai.

Setelah dialog panjang tersebut al-Hajjaj memperlihatkan berbagai perhiasan emas, permata, berlian kepada Said, sebagai tawaran duniawi kepadanya seraya Said berkata: Jika Anda mengumpulkan ini semua karena takut kepada kegalauan Hari Kiamat, maka hal itu baik, karena tidak ada sedikit kebaikan pun pada harta dunia, kecuali harta yang baik dan bersih. Kemudian al-Hajjaj memerintahkan pesuruhnya untuk mengambil cambuk dan bara api untuk menyiksa Said. Saat itu Said menangis. Kenapa engkau menangis Said? Kata al-Hajjaj terheran-heran. Apakah engkau menganggapnya sebuah permainan belaka? Sambung al-Hajjaj.

Said : Aku merasa sedih. Tiupan bara itu mengingatkanku akan sangkakala yang ditiup di Hari Akhir kelak, sedangkan kayu cambuk itu adalah pohon yang dipotong tanpa nilai kebenaran sedikitpun. Al-Hajjaj pun marah seraya berkata: Neraka Wail (celaka) bagimu Said.

Said mengomentari: Tidak akan celaka orang yang dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan kedalam Surga.

Hj : Wahai Said, engkau boleh memilih dengan cara apa aku membunuhmu?

Said :Terserah Anda, tentukanlah. Demi Allah tidak ada yang membunuhku dengan cara apapun kecuali Allah akan membunuhnya dengan cara itu di akhirat kelak.

Hj : Apa engkau ingin aku maafkan. Said: Maaf… Adalah milik Allah semata. Sedang Anda tidak akan selamat dan memperoleh maaf (dari-Nya).

Lalu al-Hajjaj memerintahkan untuk membunuh Said.

Katanya : Bunuh dia.

Saat Said keluar, beliau sempat tersenyum lebar. Ketika dilaporkan tentang sikapnya itu, al-Hajjaj memanggilnya kembali karena tersinggung.

Katanya : Mengapa engkau tertawa hai Said.

Said : Aku tertarik dengan keberanian Anda terhadap Allah dan kelembutan Allah terhadapmu.

Al-Hajjaj pun marah.

Katanya : Segera bunuh dia.

Lalu Said menghadap Kiblat

Said : Aku hadapkan wajahku kepada yang mencipta langit dan bumi secara lurus dan berserah diri dan aku bukan orang-orang yang musyrik.

Al-Hajjaj : Palingkan orang itu dari arah Kiblat. Said berkata “Kearah manapun kalian hadapkan wajah kalian, disanalah kalian mendapatkan wajah Allah”. Al-Hajjaj kurang puas dan semakin geram lalu berkata lagi: Lipat wajahnya ke bawah tanah.

Said : Darinya (tanah) Kami ciptakan kalian, kepadanya Kami kembalikan kalian dan dari padanya Kami bangkitkan kalian sekali lagi.

Hj : Cepat sembelih orang ini !!! Kata al-Hajjaj marah.

Said pun mengakhiri hayatnya dengan seuntai kata indah:

Sedangkan aku, maka aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu baginya, Muhammad adalah hamba Rasul Allah, ambilah persaksianku ini sampai engkau berjumpa dengan ku di Hari Kiamat. Allahumma Ya Allah, jangan Engkau jadikan dia berkuasa kepada seseorang yang membunuhnya sesudahku (Kisah dikutip dari Wafayat al-A'yan 2/371).

Demikian sekelumit kisah dialog antara seorang ulama besar Said bin Jabir dengan seorang penguasa otoriter hedonis materealistis al-Hajjaj, sebagai keteladanan bagi para Warasatul Anbiya dalam memainkan peran Amar Makruf Nahi Munkar ditengah masyarakat.

Keberanian dalam membela kebenaran, ketegasan jawaban dalam berdialog dengan perhatian kepada adab sopan santun berbicara, ketajaman pemikiran dan kedalaman pengetahuan, semua itu menjadi sifat dan kriteria para ulama salaf, semacam Said bin Jabir, Said bin al-Musayyab, Makhlul Imam Thawus dll. Mereka adalah panutan masyarakat, penasehat penguasa dan pengayom bangsa serta penyelamat umat dari bentuk-bentuk penyimpangan dari jalan Allah SWT.

Sebaliknya para penguasa pun mensikapi para ulama dengan sikap dewasa sekalipun nasihat yang disampaikan pahit. Ketika Umar bin Abdul Aziz dinobatkan menjadi khalifah, maka banyak orang berdatangan dari berbagai negeri di Jazirah Arab dan sekitarnya, diantaranya adalah rombongan dari Hijaz, lalu majulah anak kecil sebagai juru bicara dari mereka. Khalifahpun meminta: Hendaknya orang yang lebih besar untuk berbicara. Anak itupun berkata: "Semoga Allah memperbaiki engkau wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya seseorang itu justru dilihat dari hal yang kecil yakni hati dan lisannya, jika Allah mengaruniai lisan yang tajam dan hati yang terpelihara, maka orang itu punya hak untuk berbicara." Khalifahpun membenarkan anak itu. Kemudian anak tersebut memulai bicara dengan memberikan nasihat kepada sang Khalifah. Khalifah bertanya: Berapa umur anak itu? Ia baru berusia 11 tahun, dialah putra dari Husein bin Ali ra. Fa'tabiruu yaa Ulil Albab La'allakum Turhamun.

Salam Ukhuwah,