2.10.10

>> RISAU SANG MAWAR


Suatu siang disebuah kebun yg indah, Mawar mencurahkan hatinya kepada Bakung.
Mawar bertanya pada Bakung, "Aku iri padamu, kelopakmu harum mewangi, tanpa duri lagi! Kamu cantik dan banyak orang mengagumimu, mulai dari kelopak, tangkai dan daunmu."

Bakung menatap Mawar, dan berkata, "Mawar temanku, kenapa engkau berkata b...egitu?
"Aku ingin seperti dirimu", sahut Mawar. "Banyak orang mengagumimu, karena dikau tidak pilih kasih untuk memberikan aroma wangimu kepada siapapun. Sementara aku ini hanya disenangi orang karena kelopakku dan aromaku, tapi duri-duriku, siapa yang mau?"

Bakung berkata, "Aku memberikan harumku pada siapapun, bukan karena diriku, tapi karena Tuhan yang telah menciptakan aku. Aku diberinya tugas hanya berbunga dan membagikan aromaku pada siapapun. Aku sendiri tidak bisa menghentikan aromaku bila ada orang jahat yang mencium kelopakku."

"Iya Bakung, aku pun begitu", jawab Mawar. "Tapi satu yang masih mengganjal, Kenapa Tuhan memberi duri ditangkaiku, sehingga banyak orang menjauhi aku?”

Dengan tatapan penuh keramahan, Bakung berkata, "Sobatku, jangan berpikir negatif pada Tuhan. tahukan kamu bahwa Tuhan menciptakan duri di tangkaimu bukan untuk membuatmu terasing dan disingkirkan, tapi duri-duri di tangkaimu itu aalah simbol kehidupan ini, yang tidak selalu mulus, tetapi ada duri-duri kerapuhan, duri masalah, dan sebagainya. Coba perhatikan Aku pun rapuh, daunku mudah patah, dan roboh kala terkena angin. Kelopakku juga tidak bertahan lama. Kelopak dan daunku juga simbol bagi manusia yang mudah rapuh."

Mendengar kata-kata Bakung, Mawar menjadi tenang. "Terima kasih banyak sahabatku, engkau memberikan banyak peneguhan untukku. Aku sungguh bangga menjadi simbol hidup manusia. Yang terindah dalam diriku, kelopakku, selalu ada bersama dengan duriku. Aku bangga menjadi diriku sendiri dan bersyukur atas apa yang ada pada diriku. Aku pun semakin yakin akan kesempurnaan Allah dengan segala ciptaan-Nya."

Haripun semakin senja, Mawar dan Bakung lalu beristirahat menantikan Sang Mentari terbit di ufuk Timur.